Connect with us

Nasional

YLBHI Soroti Hilangnya Visi, Semangat Negara Hukum dan Anti Korupsi dari Isi Pidato Jokowi

YLBHI Soroti Hilangnya Visi, Semangat Negara Hukum dan Anti Korupsi dari Isi Pidato Jokowi

Kabartangerang.com.COM – YLBHI mengkritisi isi pidato pertama Jokowi usai resmi ditetapkan sebagai Presiden, Minggu (20/10). Dalam pidatonya, Jokowi sama sekali tidak menyinggung masalah hukum dan lebih besar sorotannya meningkatkan pembangunan SDM.

Ketua Umum Pengurus YLBHI Asfinawati melalui keterangan tertulisnya, Senin (21/10) mengatakan, dalam lima tahun terakhir banyak sekali persoalan hukum yang ditemukan.

Soal pidato Jokowi, Asfinanawati melihat hal itu sebagai hilangnya visi negara hukum dan demokrasi, kosongnya semangat penghormatan perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia yang dijamin oleh Konstitusi.

“Tidak nampak sama sekali visi anti korupsi, agraria dan lingkungan hidup, serta mandat-mandat lain yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pidato Presiden RI 20 Oktober 2019 kemarin,” kritik dia.

Padahal, sambungnya, YLBHI mencatat di 5 tahun terakhir, pelanggaran HAM terus meningkat, penegakan hukum justru menjadi alat kriminalisasi untuk membungkam warga yang kritis serta berjuang akan ruang hidupnya.

Hukum juga menjadi sarana melanggengkan impunitas ketika tidak ada satupun perkara pelanggaran HAM masa lalu diproses oleh kejaksaan Agung, serta penegakkan hukum juga terus diskriminatif kepada kelompok keyakinan minoritas.

“YLBHI memandang pidato tersebut sangatlah penting dicermati, karena menggambarkan bagaimana Presiden akan menjalankan roda pemerintahan selama 5 tahun kedepan. Presiden nampak hanya konsen terhadap pembangunan ekonomi dengan berorientasi pada hasil, dan dengan tegas menyatakan tidak penting untuk melihat proses,” kata dia.

“Statemen itu sangat berbahaya, karena dengan hanya mencapai tujuan, jika dilakukan degan cara menindas rakyat dan melanggar hak-hak warga negara yang sepenuhnya dijamin konstitusi,” jelasnya lagi.

Pidato Presiden menempatkan manusia-manusia Indonesia tak lebih dari sumber daya, dan tidak dipandang sebagai manusia seutuhnya. Sebagai sebuah bangsa, sambung dia, kita semestinya berproses belajar bersama, tumbuh bersama dan dewasa bersama.

“Setia kepada proses, karena hal tersebut akan memandu kita untuk selalu berada dalam koridor demokrasi, konstitusi dan pemenuhan hak asasi manusia,” bebernya.

YLBHI melihat, membangun sektor manufaktur dan jasa dikaitkan dengan mendorong SDM pekerja keras serta pembangunan Infrastruktur, jelas-jelas memberi ruang yang besar terhadap investor.

“Untuk melahirkan SDM pekerja keras yang sesuai dengan selera pasar, hal itu akan beriringan dengan skema pendidikan nasional. Sama halnya dengan zaman penjajahan atau era kolonial dimana sekolah bagi bangsa pribumi adalah untuk mencetak tukang yang nantinya akan bekerja dan menghamba kepada kepentingan investasi,” tandas dia lagi.{asa}

Advertisement

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Populer